Ben-Gvir Pimpin Ibadah Yahudi di Al Aqsa, Dunia Islam Bereaksi

Tabayyun.co.id, YERUSALEM– Menteri Keamanan Nasional Israel, Itamar Ben-Gvir, kembali memicu kontroversi setelah menggelar doa Yahudi di kompleks Masjid Al Aqsa, Yerusalem Timur, Minggu (3/8/2025). Tindakan itu dianggap menentang aturan status quo yang telah disepakati puluhan tahun lalu, dan langsung mendapat kecaman luas dari berbagai negara Muslim serta organisasi internasional.

Langkah Ben-Gvir dianggap sebagai bentuk provokasi terhadap situs suci yang menjadi pusat sengketa antara Muslim dan Yahudi. Kompleks tersebut—yang dalam tradisi Islam merupakan Masjid Al Aqsa dan dalam keyakinan Yahudi dikenal sebagai Temple Mount—menjadi lokasi paling sensitif di Timur Tengah.

Berdasarkan kesepakatan lama antara Israel dan otoritas Muslim, hanya Muslim yang diizinkan beribadah di tempat itu, meskipun non-Muslim dapat berkunjung. Namun dalam video yang dirilis kelompok Temple Mount Administration, Ben-Gvir tampak memimpin rombongan sambil berjalan dan berdoa di lokasi suci tersebut.

Ben-Gvir dalam pernyataannya mengatakan bahwa ia “berdoa untuk kemenangan Israel atas Hamas dan kembalinya sandera yang ditahan.” Ia juga mengulangi seruannya agar Israel merebut penuh Jalur Gaza.

Baca Juga :  Australia Akan Mengakui Palestina dalam Sidang Majelis Umum PBB Untuk Mendukung Solusi dua Negara

Waqf, lembaga keagamaan Yordania yang mengelola kawasan itu, mencatat lebih dari 1.200 orang mengakses lokasi tersebut pada hari yang sama. Mereka menyebut beberapa di antaranya, termasuk Ben-Gvir, melakukan ritual keagamaan, meneriakkan yel-yel, hingga menari.

Kunjungan tersebut bertepatan dengan peringatan Tisha B’Av, hari puasa dalam tradisi Yahudi untuk memperingati kehancuran dua kuil mereka di masa lampau yang diyakini berdiri di area tersebut.

Negara-Negara Muslim Kecam Aksi Ben-Gvir

Tindakan Ben-Gvir menuai gelombang protes keras dari negara-negara Islam. Organisasi Kerja Sama Islam (OKI) mengecam apa yang mereka sebut sebagai “upaya sistematis Israel untuk mengubah status hukum dan historis Masjid Al Aqsa yang diberkahi.”

“Penyusupan Ben-Gvir merupakan bagian dari upaya Israel untuk mengubah status quo historis dan hukum di Masjid Al-Aqsa yang diberkahi,” demikian pernyataan resmi OKI dikutip dari Anadolu.

Arab Saudi menyebut langkah tersebut sebagai bentuk pelanggaran hukum internasional yang “hanya akan memicu konflik lebih luas di kawasan.” Riyadh juga mendesak intervensi internasional untuk menghentikan pelanggaran oleh pejabat Israel.

Baca Juga :  UK dan Empat Negara G7 Siap Akui Kedaulatan Palestina, Ini Syaratnya

Reaksi serupa datang dari Kementerian Luar Negeri Yordania yang menyebut aksi tersebut sebagai “pelanggaran mencolok terhadap hukum internasional dan hukum humaniter internasional” serta “provokasi dan eskalasi yang tidak dapat diterima.”

Presiden Palestina Mahmoud Abbas juga turut mengecam tindakan itu melalui juru bicara resminya. “Masyarakat internasional, khususnya pemerintah AS, diminta untuk segera turun tangan guna mengakhiri kejahatan para pemukim dan provokasi pemerintah sayap kanan ekstrem di Masjid Al Aqsa,” ujar Nabil Abu Rudeineh.

Hamas dan Turki: Ancaman Langsung terhadap Perdamaian

Kelompok Hamas mengecam keras insiden tersebut sebagai “tindakan kriminal” yang berpotensi menggoyang stabilitas kawasan. Mereka menilai aksi itu sebagai bagian dari rangkaian pelanggaran terhadap tempat-tempat suci dan rakyat Palestina.

Sementara itu, Turki secara tegas mengecam kehadiran Ben-Gvir di Masjid Al Aqsa. Dalam pernyataannya, Kementerian Luar Negeri Turki mengatakan, “Kami mengutuk keras penggerebekan yang dilakukan di Masjid Al-Aqsa oleh beberapa menteri Israel, di bawah perlindungan polisi Israel dan didampingi oleh kelompok-kelompok pemukim Israel.”

Baca Juga :  Langkah Cepat Kepala Sekolah di Pakistan Selamatkan Ratusan Murid dari Banjir Bandang

“Keamanan Masjid Al-Aqsa dan pelestarian identitas suci Yerusalem bukan hanya prioritas regional tetapi juga tanggung jawab utama atas nama hati nurani kolektif umat manusia,” lanjut pernyataan tersebut.

Status Quo Masih Berlaku?

Menanggapi sorotan internasional, Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu menegaskan bahwa kebijakan resmi Israel mengenai status quo di kompleks Al Aqsa “tidak berubah dan tidak akan berubah.”

Namun demikian, kenyataan di lapangan kerap menunjukkan sebaliknya. Kunjungan dan aktivitas keagamaan oleh tokoh Yahudi di area itu semakin meningkat dan dinilai sebagai ancaman terhadap keseimbangan sensitif antara dua agama.

Israel mencaplok Yerusalem Timur pada tahun 1980, setelah mendudukinya dalam Perang Arab-Israel 1967. Hingga kini, klaim kedaulatan Israel atas kota itu tidak diakui oleh komunitas internasional.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *