Tabayyun.co.id, GORONTALO– Aksi unjuk rasa besar-besaran yang digelar oleh mahasiswa dan elemen masyarakat di Gorontalo pada hari (senin,01/09/25) di perlimaan telaga Gorontalo berakhir ricuh. Kericuhan dipicu oleh ketidakhadiran tiga pejabat penting daerah: Gubernur Gorontalo, Kapolda Gorontalo, dan Ketua DPRD Provinsi Gorontalo.
Absennya para pejabat tersebut memicu reaksi keras dari massa aksi, yang menilai ketidakhadiran mereka mencerminkan rendahnya komitmen terhadap aspirasi rakyat.
Dandy Tuadingo dalam orasinya, seorang perwakilan massa aksi yang juga tergabung dalam Aliansi Merah Putih, menyampaikan rasa kecewa mendalam atas sikap para pemangku kebijakan.
“Saya selaku wajendlap juga yang tergabung dalam aliansi merah putih menyatakan kekecewaan yang mendalam atas sikap abai dari Gubernur, Kapolda Gorontalo, serta Ketua DPRD Provinsi Gorontalo yang tidak hadir dalam forum aksi rakyat hari ini. Ketidakhadiran mereka jelas menunjukkan rendahnya komitmen terhadap aspirasi masyarakat yang telah berjuang turun ke jalan dengan penuh tanggung jawab,” ujarnya.
Aksi tersebut sejatinya digelar sebagai ruang penyampaian tuntutan dan dialog terbuka antara massa dan pemerintah. Namun, ketidakterbukaan serta ketidakhadiran pejabat disebut menjadi penyebab utama terjadinya ketegangan.
“Padahal, aksi ini digelar sebagai ruang dialog dan penyampaian tuntutan yang seharusnya ditanggapi secara langsung oleh para pemegang kebijakan. Namun, justru absennya para pejabat tersebut memicu kekecewaan massa aksi hingga berujung pada terjadinya chaos yang sebenarnya bisa dihindari bila pemerintah dan aparat bersikap terbuka serta menghargai rakyatnya,” lanjutnya.
Dalam pernyataan sikap yang dibacakan di hadapan massa, Aliansi Merah Putih menyampaikan tiga poin penting sebagai bentuk desakan kepada pemerintah daerah:
“Gubernur, Kapolda, dan Ketua DPRD Provinsi Gorontalo harus bertanggung jawab atas ketidakmunculan mereka dan dampak yang ditimbulkan.” katanya.
“Absennya pejabat publik dalam momentum penting ini membuktikan adanya krisis kepemimpinan dan lemahnya keberpihakan pada rakyat.” Ujar Dandi.
“Kami mendesak agar segera dilakukan audiensi terbuka sebagai bentuk pertanggungjawaban moral dan politik kepada masyarakat dan mahasiswa Gorontalo,”tegasnya.
Massa aksi juga menegaskan bahwa gerakan yang dilakukan bukan sekadar bentuk pelampiasan emosi, melainkan sebagai bentuk nyata perjuangan rakyat yang selama ini merasa diabaikan oleh elit kekuasaan.
“Gerakan ini bukanlah sekadar luapan emosi, melainkan jeritan suara rakyat yang tidak boleh diabaikan. Kami akan terus mengawal dan memastikan aspirasi ini tidak dibungkam oleh ketidakpedulian elit. Hidup Mahasiswa! Hidup Rakyat!” Tutup Dandi.
Hingga berita ini diturunkan, belum ada tanggapan resmi dari pihak Pemerintah Provinsi Gorontalo, Polda Gorontalo, maupun DPRD terkait ketidakhadiran dalam aksi tersebut.