Tabayyun.co.id,Jakarta– Badan Pusat Statistik (BPS) mengusulkan tambahan anggaran sebesar Rp 1,65 triliun dalam Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) Tahun 2026. Usulan itu disampaikan oleh Kepala BPS Amalia Adininggar Widyasanti dalam rapat dengar pendapat (RDP) bersama Komisi X DPR RI di Jakarta, Selasa malam (26/8/2025).
Menurut Amalia, dari pagu awal anggaran sebesar Rp 6,85 triliun yang dialokasikan pemerintah, masih terdapat sejumlah program statistik nasional yang belum memiliki dukungan pembiayaan. Salah satunya adalah Sensus Ekonomi 2026, yang merupakan mandat Undang-Undang dan harus dilaksanakan secara menyeluruh.
“Ada beberapa kegiatan yang belum bisa dianggarkan dengan anggaran Rp 6,85 triliun,” kata Amalia.
Selain sensus ekonomi, terdapat sembilan kegiatan lainnya yang belum tercover, seperti survei perdagangan antarwilayah, statistik e-commerce, survei konversi gabah ke beras, survei pertanian terpadu, serta survei pola distribusi barang.
“Oleh sebab itu apabila berkenan kami mengusulkan dan mengajukan tambahan anggaran sebesar Rp 1,65 triliun sehingga ini dapat memenuhi kebutuhan total kami sekitar Rp 8,5 triliun,” ujar Amalia.
Dari total kebutuhan Rp 8,5 triliun pada 2026, BPS membaginya ke dua program utama. Program Penyediaan dan Pelayanan Informasi Statistik (PPIS) membutuhkan Rp 4,48 triliun, naik dari sebelumnya Rp 3,13 triliun. Sementara itu, untuk dukungan manajemen, dibutuhkan Rp 4,02 triliun, dari sebelumnya Rp 3,71 triliun.
Sementara kegiatan yang sudah bisa dibiayai dari pagu awal antara lain Sensus Ekonomi 2026 (Rp 2,13 triliun), Susenas (Rp 183,94 miliar), dan Sakernas (Rp 77,63 miliar). Turut masuk dalam anggaran adalah survei pertanian, rumah tangga triwulanan, ubinan, jasa pariwisata, dan 53 kegiatan statistik lainnya.
Namun, rincian kebutuhan tambahan yang disampaikan Amalia justru menimbulkan sejumlah pertanyaan dari anggota DPR. Hal ini karena terdapat ketidaksesuaian antara jumlah kegiatan yang disebut dan alokasi anggaran tambahannya.
Amalia menyebut, kegiatan yang masih memerlukan tambahan dana mencakup Sensus Ekonomi 2026 (Rp 1,16 triliun), SPDT NTP (Rp 127,30 miliar), serta Survei Konversi Gabah ke Beras (Rp 7,09 miliar). Kegiatan lain meliputi Survei Perilaku Anti Korupsi, Survei E-Commerce, dan Survei Harga Perdagangan Internasional.
Komisi X DPR RI belum memberikan persetujuan, dan menegaskan perlunya kajian mendalam. DPR meminta agar BPS menjelaskan lebih rinci argumen pengajuan tambahan dana serta memastikan kualitas data statistik nasional tetap terjaga.
Mereka juga mengingatkan pentingnya sinergi antarinstansi dalam pengumpulan data, agar hasil survei dapat menjadi acuan kebijakan yang dapat diandalkan.
“Komisi X DPR RI dan BPS RI sepakat akan melakukan RDP atau konsinyasi materi rancangan RKA K/L Tahun 2025 dalam waktu dekat,” ujar Wakil Ketua Komisi X DPR dari Fraksi PKB, Lalu Hadrian Irfani.