Tabayyun.co.id, Gorontalo – Seorang dosen Universitas Negeri Gorontalo (UNG) menjadi sorotan publik setelah pernyataannya mengenai Dumoga, sebuah wilayah di Kabupaten Bolaang Mongondow, Sulawesi Utara, beredar luas di media sosial.
Hal itu ia sampaikan dalam PKKMB UNG 2025, dosen tersebut menyebut Dumoga sebagai “kampung atau wilayah tukang baku potong”. Ungkapan ini memicu reaksi beragam, terutama dari masyarakat asal Dumoga yang merasa pernyataan tersebut menggeneralisasi dan berpotensi menyinggung identitas daerah mereka.
Salah satu tokoh pemuda yang mengaku keturunan Dumoga yang berasal dari Desa Pusian Barat, Gean Rezka Rizaldy Bagit yang juga sekaligus merupakan Alumni UNG, mengatakan bahwa ucapan tersebut seharusnya tidak dilontarkan di ruang publik, apalagi oleh seorang pendidik.
“Kami kecewa. Dumoga hanya dikenal dari sisi negatif saja. Padahal banyak potensi alam, serta banyak tokoh, akademisi, dan pengusaha sukses berasal dari sini,” ujarnya.
Pihak Universitas Negeri Gorontalo hingga kini belum mengeluarkan keterangan resmi terkait insiden tersebut. Namun, sejumlah pihak di lingkungan kampus menilai pernyataan itu perlu diklarifikasi agar tidak menimbulkan kesalahpahaman yang lebih luas.
Lebih lanjut Gean menilai bahwa pernyataan yang menyentuh isu kesuku-an atau daerah harus disampaikan dengan penuh hati-hati.
“Ucapan yang menggeneralisasi bisa dianggap stereotip, dan ini sensitif di Indonesia yang memiliki keberagaman etnis, makanya ucapan seperti itu yang harus dijaga agar tidak keluar di ruang publik” jelasnya.
“Kedepannya dalam acara seremonial, pembicaranya harus di seleksi betul, agar ucapannya tidak menimbulkan kegaduhan dan keriuhan di khalayak umum sebab isu SARA ini sangat sensitif di Indonesia,” tandas Gean
Kasus ini menjadi pembicaraan hangat di berbagai platform media sosial. Sebagian warganet meminta klarifikasi dan permintaan maaf, sementara yang lain menganggap ucapan tersebut hanya bersifat guyonan yang dibesar-besarkan.