Gelagat Ekspresif : Analisis Objektif atas Ekspresi Wajah Pejabat Publik

Tabayyun.co.id, GORONTALO – Polemik mengenai ekspresi mimik wajah seorang anggota DPRD Kab. Gorontalo Utara perempuan saat menghadiri aksi demonstrasi telah memicu perdebatan luas di ruang publik, khususnya di media sosial. Banyak pihak menilai ekspresi tersebut sebagai bentuk cibiran atau sikap merendahkan terhadap aspirasi massa. Namun, dalam menanggapi dinamika ini, penting untuk mengedepankan pendekatan ilmiah dan analisis objektif guna menghindari bias interpretatif yang merugikan.

Dalam kajian psikologi komunikasi non-verbal, ekspresi wajah merupakan respons kompleks yang dipengaruhi oleh berbagai faktor internal dan eksternal, termasuk tekanan situasional, kelelahan mental, hingga respons otonom tubuh yang tidak selalu terkendali secara sadar.

” Interpretasi terhadap ekspresi wajah seseorang harus mempertimbangkan konteks menyeluruh, termasuk intensitas situasi, tekanan psikologis, serta kemungkinan adanya ambiguitas dalam penyampaian sinyal emosional.” Tegas,Rahayu. Jumat (17/10/25).

Lebih lanjut, dalam analisis Politik ayu menilai bahwa reaksi berlebihan terhadap ekspresi wajah seorang pejabat publik, khususnya perempuan, mencerminkan adanya standar ganda dalam penilaian terhadap pemimpin perempuan di ruang politik. Fenomena ini dikenal dalam literatur sebagai gendered scrutiny, yaitu kecenderungan masyarakat untuk mengevaluasi perilaku perempuan dalam posisi otoritas secara lebih keras dibandingkan rekan pria mereka.

“Ketika perempuan menunjukkan ketegasan atau ekspresi yang tidak sesuai dengan stereotip keperempuanan, publik kerap memberikan respons negatif, yang seharusnya ditinjau ulang dari kacamata keadilan gender,” Ujar rahayu.

Dalam konteks demokrasi yang sehat, kritik terhadap pejabat publik tentu merupakan bagian dari hak warga negara. Namun, kritik tersebut sebaiknya diarahkan pada substansi tindakan dan kebijakan, bukan semata-mata pada tafsir subjektif terhadap ekspresi fisik yang belum tentu mewakili niat internal.

” Saya sangat menyanyangkan dalam hal ini lebih banyak menyerang kaum laki-laki ketimbang perempuan, ini dengan jelas melalui mutilasi psikologi laki-laki dengan sengaja membunuh bagian emosional dan empati mereka.

Dengan demikian, masyarakat dan anak muda Gorontalo diperlukan pendekatan yang lebih proporsional, berbasis data dan ilmu pengetahuan dalam menilai perilaku pejabat publik terlebih perempuan.

“Masyarakat diharapkan dapat membangun budaya diskursus yang tidak hanya kritis, namun juga adil dan bebas dari prasangka dan berkesesuaian dengan fakta bukan penggalan saja,” Pungkasnya.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *