Polisi Diduga Aniaya Mahasiswa UNG, BEM Geram dan Lapor ke Polda

Tabayyun.co.id, GORONTALO – Seorang mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Negeri Gorontalo (UNG) menjadi korban dugaan penganiayaan oleh aparat kepolisian saat aksi berlangsung pada Senin, 1 September 2025. Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) UNG mendampingi korban melaporkan kejadian tersebut ke Polda Gorontalo.

Korban mengaku kepada Menteri Kajian Strategis dan Advokasi HAM BEM UNG serta Senat Mahasiswa Fakultas Hukum UNG bahwa.

“saya tidak ikut demo, saya hanya ingin kembali ke rumah, tiba-tiba mereka mengeroyoki saya tanpa alasan, dipukul serta ditendang bagian mata, kepala, leher, punggung belakang, dada, dan perut setelah itu dilepas.” Ucap korban.

Akibat pengeroyokan ini, mahasiswa tersebut mengalami sejumlah luka, antara lain memar di pelipis mata kiri, benjol di kepala belakang, serta cedera di leher dan punggung belakang. Korban juga merasakan mual setelah kejadian.

Peristiwa ini menjadi sorotan publik setelah sebelumnya pada Kamis, 28 Agustus 2025, seorang ojek online bernama Affan Kurniawan meninggal dunia akibat tertabrak kendaraan Barracuda Brimob saat demo berlangsung. Kini, kekerasan kembali dialami mahasiswa UNG oleh aparat.

Presiden dan Wakil Presiden BEM UNG bersama Menkopolhukam dan Menteri Advokasi HAM BEM UNG serta Ketua Senat Fakultas Hukum UNG melaporkan tindakan kekerasan itu ke Polda Gorontalo.

Wakil Presiden BEM UNG, Gufran Yajitala, mengecam tindakan aparat tersebut.

“Kami menilai tindakan kekerasan yang dilakukan oknum polisi adalah bentuk nyata pelecehan terhadap mahasiswa sekaligus pelecehan terhadap prinsip negara hukum,” ujar Gufran.

“Polisi seharusnya melindungi, bukan malah menganiaya rakyat. Jangan ada lagi aparat yang bersikap seolah di atas hukum. Kami akan kawal sampai tuntas, sebab luka yang dialami mahasiswa adalah luka demokrasi,” tegasnya.

Menkopolhukam BEM UNG, Abd Rahman Saidi, menilai insiden ini sebagai cerminan buruknya pengelolaan aksi oleh aparat.

“Kasus ini bukan sekadar pengeroyokan, tapi bentuk pengkhianatan terhadap demokrasi. Polisi bukan raja jalanan, mereka adalah pelayan masyarakat. Jangan pernah sekali-kali mencoba membungkam gerakan mahasiswa dengan kekerasan,” tambah Abd Rahman.

BEM UNG langsung mendatangi SPKT Polda Gorontalo.

Sementara itu, Menteri Kajian Strategis dan Advokasi HAM BEM UNG, Athal Linggotu, menegaskan komitmen pengawalan kasus ini secara hukum.

“Kami menempuh jalur hukum dengan serius. kami sudah melaporkan hal ini ke Polda Gorontalo melalui SPKT Polda, lanjut ke Rumkit Bhayangkara untuk di visum dan telah di BAP, serta kami siap membawa kasus ini ke ranah Komnas HAM bahkan Mabes Polri jika diperlukan. Kekerasan terhadap mahasiswa bukan hanya pelanggaran etik, tapi kejahatan terhadap kemanusiaan,” Tutur Athal.

Presiden BEM UNG, Reksa Umar, meminta kasus ini menjadi peringatan keras agar kekerasan aparat tidak terulang.

“Hari ini mahasiswa yang dipukul, besok bisa siapa saja. Negara ini bukan milik segelintir orang berseragam, negara ini milik rakyat. Polisi harus kembali ke jati dirinya: pengayom, pelindung, dan pelayan masyarakat,” ucap Reksa menambahkan.

Laporan resmi dari BEM UNG dan Senat Mahasiswa Fakultas Hukum UNG diterima langsung oleh Polda Gorontalo. Mereka berjanji akan terus mengawal proses penyelidikan dan meminta Kapolda Gorontalo bertindak tegas terhadap oknum aparat yang terlibat.

BEM UNG juga mengajak seluruh elemen mahasiswa, masyarakat sipil, dan akademisi untuk memantau perkembangan kasus ini. Wakil Presiden BEM UNG menegaskan, “Kami tidak akan berhenti bersuara. Kekerasan ini tidak hanya melukai mahasiswa, tapi juga melukai martabat rakyat Gorontalo.” Tutup Gufran.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *