TGR Bukan Penghapus Dosa : DPRD Gorontalo Disorot Soal Dugaan Korupsi Tunjangan

Tabayyun.co.id,KABUPATEN GORONTALO — Pengembalian dana kelebihan bayar melalui mekanisme Tuntutan Ganti Rugi (TGR) oleh anggota DPRD Kabupaten Gorontalo dinilai belum menyelesaikan persoalan utama yang menyangkut dugaan korupsi. Langkah administratif itu dianggap belum cukup untuk menghapus dugaan pelanggaran hukum yang lebih serius.

Klaim bahwa pelunasan TGR bisa menjadi dasar kebebasan dari jerat hukum dinilai menyesatkan. Dalam hukum positif Indonesia, hal tersebut sudah jelas diatur. “Pengembalian kerugian negara tidak menghapus pidana,” sebagaimana termaktub dalam Pasal 4 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 junto UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Baca Juga :  Kesal Janji Tak Ditepati, Warga Pentadio Tutup Jalan Rusak dengan Batu dan Baliho

Dengan begitu, meskipun kerugian negara telah dikembalikan, jika terdapat niat jahat dalam prosesnya, maka unsur pidana tetap dapat diberlakukan. Artinya, TGR hanya menyelesaikan sisi administratif, tetapi bukan “jalan pintas” keluar dari proses hukum.

Sorotan publik menguat setelah muncul dugaan bahwa perubahan klasifikasi fiskal dari “rendah” ke “sedang” dilakukan secara sengaja, yang kemudian berdampak pada peningkatan tunjangan anggota DPRD. Kebijakan tersebut diduga bertentangan dengan evaluasi yang dikeluarkan oleh Gubernur Gorontalo.

Meski dana telah dikembalikan, publik mempertanyakan mengapa seluruh anggota dewan menyetujui kebijakan tersebut sejak awal. Diam dan menerima keputusan Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD) justru menunjukkan keterlibatan langsung. “Ketika anggota DPRD memilih jalan diam dan menyetujui kalkulasi TAPD, maka posisi mereka bukan lagi sebagai korban, melainkan sebagai pihak yang turut serta,” bunyi salah satu kritik.

Baca Juga :  Mahasiswa KKN UNG Dorong Pemberdayaan Perempuan Adat di Talumelito Lewat Inovasi Digital dan Produk Lokal

Poin krusial lainnya adalah soal kemungkinan adanya persekongkolan. Dalam konteks hukum pidana, keterlibatan kolektif DPRD bisa diuji berdasarkan Pasal 55 KUHP tentang penyertaan dalam tindak pidana. TAPD bisa saja menjadi perancang utama, tetapi DPRD dinilai ikut melegitimasi keputusan tersebut.

Pakar hukum mengingatkan bahwa membatasi kasus ini hanya sebagai persoalan administratif bisa menjadi preseden buruk. “Hukum tidak boleh dikecilkan hanya menjadi urusan hitung-menghitung uang,” demikian disebutkan dalam kritik lain terhadap penanganan kasus ini.

Baca Juga :  Aktivis Desak Kejari Gorontalo Fokus Tegakkan Hukum, Bukan Sibuk Bela Diri

Lebih lanjut, penegak hukum diminta untuk tidak berhenti pada urusan TGR semata. Jika demikian, pesan yang sampai ke publik justru mengendurkan semangat antikorupsi. “Korupsi boleh dilakukan asal uang dikembalikan” adalah kesan yang berbahaya dan melemahkan prinsip keadilan.

Dalam konteks ini, keadilan hanya bisa ditegakkan jika proses hukum berjalan sebagaimana mestinya. Pelunasan TGR bukan akhir dari cerita, melainkan awal dari pengujian integritas dan akuntabilitas lembaga publik.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *