Tabayyun.co.id, Gorontalo – Sebuah unggahan viral di media sosial menyoroti dugaan pungutan biaya tambahan kepada mahasiswa Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Nahdlatul Ulama (UNU) Gorontalo. Dalam unggahan akun Instagram @gtlo.karlota, terlihat surat edaran resmi bernomor 001/FIKES/UNU.G/04/X/2025, yang meminta partisipasi mahasiswa untuk mendukung akreditasi dan pengembangan klinik terapi gigi.
Dekan Fakultas Ilmu Kesehatan Dr. Asni Ilhan, S.Pd., M.Si., menjelaskan bahwa biaya tersebut berkaitan dengan proses akreditasi yang dilakukan oleh Lembaga Akreditasi Mandiri Perguruan Tinggi Kesehatan (Lam-PTKes). Proses tersebut, kata dia, bersifat berbayar dan memerlukan dana total sekitar Rp83 juta, yang dibebankan secara proporsional kepada empat angkatan mahasiswa.
“Selama kita belum melakukan pendaftaran, akun template pengisian borang dan dokumen akreditasi tidak bisa diakses. Karena itu, kami mengadakan rapat bersama mahasiswa dari angkatan 2022 hingga 2025 untuk menjelaskan rincian partisipasi,” ujar Asni kepada Wartawan, pada saat dalam pertemuan dengan mahasiswa.Jumat (10/10/25)
Selain dana akreditasi, fakultas juga memerlukan tambahan sekitar Rp88 juta untuk memperbaiki fasilitas klinik yang menjadi tempat praktik mahasiswa. Fasilitas tersebut digunakan untuk latihan keterampilan dasar seperti pencabutan dan perawatan gigi pasien. Biaya perbaikan klinik hanya dibebankan kepada tiga angkatan aktif yang masih memanfaatkan fasilitas tersebut.
Menurut Asni, keputusan itu diambil secara terbuka dan disetujui mahasiswa dalam rapat bersama. Mahasiswa angkatan 2022 dikenakan kontribusi sekitar Rp500 ribu, sedangkan angkatan 2023 hingga 2025 sebesar Rp1,5 juta
Namun, kebijakan tersebut sempat menuai perdebatan. Sejumlah mahasiswa mempertanyakan alasan penarikan dana tambahan, mengingat mereka telah membayar uang pembangunan di awal kuliah. Menanggapi hal itu, pihak fakultas menyebut dana pembangunan tidak bisa digunakan untuk kebutuhan alat praktik dan servis klinik.
“Klinik ini bukan bangunannya yang bermasalah, tapi alat-alatnya. Ada tiga kursi, dan hanya satu yang berfungsi. Servis alat dilakukan oleh teknisi dari Makassar karena tidak tersedia di daerah,” tutur Asni.
Ia menambahkan, sebagian besar bahan dan peralatan praktik juga harus dipesan dari Makassar melalui penyedia resmi. Hal itu membuat pembiayaan semakin besar dan mendesak agar proses akreditasi tidak tertunda.
Klinik praktik menjadi komponen penting dalam penilaian akreditasi dan juga penentu kelulusan Uji Kompetensi (UKOR) mahasiswa. Saat ini, masih ada 11 mahasiswa yang belum lulus UKOR karena keterbatasan fasilitas praktik.
“Kompetensi itu minimal mereka harus praktik enam belas kali, termasuk tindakan pencabutan gigi. Kalau praktik di luar kampus, mereka hanya bisa dua sampai tiga kali karena biaya tinggi,” ujarnya.
Asni menegaskan, prioritas utama kampus saat ini adalah menyelesaikan rehabilitasi klinik agar seluruh mahasiswa bisa segera menempuh uji kompetensi. Ia juga memastikan rencana kenaikan SPP belum diberlakukan karena pertimbangan kemanusiaan dan kondisi ekonomi saat Ini.