Tabayyun.co.id, BONE BOLANGO– Mantan Bupati Bone Bolango, Hamim Pou, menyuarakan pentingnya segera dibentuk Dewan Rakyat Pinogu (DRP) sebagai forum permanen untuk merumuskan solusi atas berbagai permasalahan yang dihadapi warga Pinogu.
Dalam unggahan di akun Facebook resminya, Hamim merespons aksi demonstrasi mahasiswa yang berlangsung di Kantor Bupati dan Gedung DPRD Bone Bolango. Aksi itu menyoroti keterbatasan akses jalan serta keterisolasian Pinogu, kecamatan yang berada di kawasan Taman Nasional Bogani Nani Wartabone.
“Demo mahasiswa kemarin mengguncang gedung DPRD dan kantor bupati. Suara lantang mereka, kadang dengan emosi yang meledak, menyuarakan hal yang sama,” tulis Hamim.
Ia menilai bahwa akses jalan yang layak merupakan kebutuhan dasar yang hingga kini belum dinikmati masyarakat Pinogu. Kondisi ini membuat wilayah tersebut seolah-olah terabaikan oleh arus pembangunan.
“Betapa Pinogu seolah dianaktirikan. Kecamatan di jantung Taman Nasional Bogani Nani Wartabone itu belum menikmati akses jalan yang layak. Tuntutan mereka sederhana tapi mendasar: jalan yang manusiawi, yang memanusiakan,” lanjutnya.
Hamim juga mengenang kunjungan pertamanya ke Pinogu 14 tahun lalu saat menjabat bupati. Ia menceritakan momen tersebut sebagai titik awal komitmennya untuk membangun wilayah itu.
“Saya masih ingat pertama kali datang ke Pinogu, empat belas tahun silam. Kami terbang menggunakan helikopter, mendarat di lapangan kecil dengan ratusan, mungkin ribuan warga menunggu,” ucapnya.
“Saat turun, saya sujud mencium tanah—sebuah tekad untuk membangun Pinogu bersama-sama warganya. Kami memulai dari yang bisa: menjadikan Pinogu kecamatan definitif, membangun kantor kecamatan, memperbaiki puskesmas, menghadirkan pasar rakyat,” tambahnya.
Hamim juga memaparkan upaya konkret yang pernah dilakukan, mulai dari gerakan “Satu ASN Satu Sak Semen”, pembangunan pengolahan kopi organik, hingga larangan penggunaan pestisida untuk menjaga pertanian organik.
“Kami dirikan unit pengolahan kopi di Bangio, bahkan memecahkan Rekor MURI minum kopi organik massal pada 2017. Kami tetapkan padi organik sebagai komoditas unggulan dengan melarang pestisida masuk,” ucap Hamim.
“Kami bangun irigasi kecil melalui DAK, mendorong perluasan sawah, dan memberi beasiswa untuk anak-anak Pinogu serta tenaga kesehatan dan penyuluh,” sambungnya.
Namun, di tengah sejumlah capaian itu, persoalan utama yang belum tuntas adalah infrastruktur jalan. Hamim menyoroti insiden viral terkait jenazah warga yang harus diangkut melalui jalur ekstrem, sebagai simbol betapa akses kemanusiaan belum merata.
“Ada kemajuan, tapi mari jujur: masalahnya tetap di jalan, jalan, dan jalan,” tegasnya.

Lebih lanjut, Hamim mengusulkan tiga agenda prioritas untuk mendorong perubahan nyata di Pinogu. Pertama, pembentukan Dewan Rakyat Pinogu sebagai forum inklusif yang melibatkan seluruh elemen masyarakat dan pemangku kepentingan. DRP akan menjadi pusat musyawarah pembangunan dan pemantauan program.
Kedua, memastikan ketersediaan akses kemanusiaan selama 24 jam. Hal ini mencakup evakuasi darurat, ambulans 4×4, pelatihan pengemudi ojek, pembangunan jembatan modular, serta penguatan infrastruktur dasar di titik kritis.
Ketiga, menjaga kelestarian ekosistem Taman Nasional Bogani Nani Wartabone dengan pembangunan berjejak rendah dan berwawasan lingkungan. Prinsip pertanian organik dan ekonomi hijau akan terus dikembangkan melalui sektor kopi, beras organik, dan ekowisata.
“Pembangunan infrastruktur di Pinogu harus berjejak rendah: mengikuti kontur, menjaga aliran air, menghindari zona sensitif,” ujarnya.
Ia menekankan perlunya sinergi lintas sektor dan pendanaan dari berbagai sumber seperti APBD, APBN, dana desa, hingga CSR agar Pinogu tidak lagi tertinggal.
“Mari jadikan tiga agenda ini sebagai kontrak moral bersama: Dewan Rakyat Pinogu, Akses Kemanusiaan 24/7, dan Penjagaan Hutan Taman Nasional. Dari sini, Pinogu bangkit dengan cara yang manusiawi, fungsional, dan lestari. Bismillah…” tutupnya.