Rapat Timpora Gorontalo Ungkap Potensi TPPO hingga Pernikahan Semu

Tabayyun.co.id,GORONTALO- Tim Pengawasan Orang Asing (Timpora) Gorontalo menggelar rapat koordinasi sebagai bagian dari strategi pemerintah mengawasi keberadaan warga asing di Indonesia. Forum ini menindaklanjuti amanat Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian.

Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Imigrasi Gorontalo Agung Sampurno menyebut, dalam lima bulan terakhir pihaknya menemukan sejumlah kasus yang dinilai krusial.

“Alhamdulillah kita baru menyelesaikan kegiatan rapat Timpora, rapat Timpora adalah bagian dari strategi pemerintah dalam melakukan pengawasan terhadap orang asing Nah, hal tersebut diatur dalam Undang-Undang Nomor Enam Dua Ribu Sebelas kaitan dengan Timpora di setiap provinsi, khususnya Gorontalo, saat ini kami sebagai Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Imigrasi berwenang berkewajiban untuk melaksanakan kegiatan pengkoordinasian pengawasan,” ujarnya.

Baca Juga :  GRIB Gorontalo Klarifikasi Isu Keterlibatan di Pembangunan KNMP, Vini : Anggota Hadir Sebagai Kuasa Hukum, Bukan Bawa Nama GRIB

Sejumlah kasus yang ditemukan antara lain dugaan perdagangan orang, penyelundupan manusia, penyalahgunaan izin tinggal investor, hingga pernikahan semu. Fenomena tersebut, menurutnya, bukan hanya terjadi di Gorontalo melainkan juga di berbagai daerah di Indonesia.

Baca Juga :  Tampilkan Lagu Daerah, Bahana Teladan SMPN 1 Molibagu Curi Perhatian Penonton

Ia menjelaskan, salah satu tugas utama Timpora adalah berbagi data, memberikan rekomendasi, serta memperkuat kerja sama antar anggota. Untuk itu, pada rapat kali ini juga dihadirkan perwakilan United Nations Office on Drugs and Crime (UNODC), Abi Sanca, guna memberi pandangan tentang kejahatan lintas negara.

Baca Juga :  Fun Run 5K Citifoodfest, Wagub Tekankan Pentingnya Event Ramah Lingkungan

Menurut dia, kasus tindak pidana perdagangan orang (TPPO) semakin kompleks. Pemerintah pun telah membentuk Gugus Tugas di tingkat nasional, provinsi, hingga kabupaten/kota.

Ia mencontohkan kasus yang menimpa anak muda Gorontalo di Kamboja. Peristiwa itu, katanya, menunjukkan pentingnya koordinasi lintas lembaga agar migrasi bisa diawasi dengan data yang lebih akurat.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *